Kisah
berikut ini sangat layak dibaca dan menjadi renungan untuk kita.
Kejadian sederhana yang menunjukan bakti anak mampu menyadarkan
kebencian ibu kandung terhadap dirinya. Disarikan dari buku kumpulan kisah “Surga Di Depan Mata” karya Ustadz Naufal bin Muhammad Al-‘Aidarus.
Ada
seorang ibu muda yang mempunyai gadis kecil berusia satu setengah
tahun. Mereka tinggal bertiga bersama mama dari ibu tersebut. Ibu muda
ini sangat membenci puteri semata wayangnya itu. Bukan karena ia nakal,
tetapi karena gadis kecil itu berparas sama dengan mantan suaminya, ayah
dari gadis itu. Ketika ia mengandung gadis kecil tersebut, suaminya
pergi meninggalkannya dan menikah dengan wanita lain. Sehingga
kebenciannya makin bertambah ketika paras puterinya menyerupai mantan
suaminya.
Ibu
muda ini melampiaskan kebenciannya pada anaknya. Diberi makan seadanya
dan sehari-hari lebih banyak diurus neneknya. Gadis kecil itu pun seakan
mengerti, tidak pernah merengek dan bermanja-manja seperti layaknya
anak-anak terhadap ibunya.
Suatu
sore sang ibu ingin berbelanja di pasar swalayan dan pada saat yang
sama sang nenek tidak ada di rumah. Karena tidak ada yang menjaga, maka
dengan sangat jengkel dan terpaksa ia mengajak puterinya. Dengan
menggunakan sepeda motor, ia membonceng puterinya yang ditempatkan di
belakangnya. Ia tidak peduli bagaimana kesemalatan gadis kecilnya. Ia
hanya berpesan, “Pegangan yang erat. Kalau tidak, nanti mama pukul.”
Beberapa
menit kemudian sampailah mereka ke pasar swalayan. Si ibu menuju area
parkir dan meninggalkan gadis kecilnya di tempat duduk sepeda motor,
tepatnya di jok bagian belakang. Ia hanya berpesan :
“Kamu harus duduk di sini saja, mama mau beli sesuatu. Kamu jangan ke mana-mana!”
Dengan
wajah ketakutan karena lingkungannya yang tidak ramah, apalagi
mendengar suara ibunya yang keras, gadis itu hanya mengangguk pelan.
Sang ibu berjalan masuk ke dalam pasar swalayan tanpa memikirkan
bagaimana keadaan anaknya di parkiran. Tanpa ia sadari kalau beberapa
saat kemudian terjadi hujan deras.
Setelah
memenuhi keperluannya, sang ibu keluar gedung. Dengan menggunakan jaket
menutupi kepala dan bergegas menuju are parkir. Di sana ia melihat
anaknya tidur memeluk jok sepeda motor yang diterpa hujan. Melihat anaknya seperti itu, ia marah dan memaki anaknya.
“Mama
tadi kan sudah bilang, kamu harus duduk diam di sini, di jok belakang
ini. Tapi kamu kok malah tidur di jok ini. Dasar anak tidak tahu diri!”
Sambil menangis, dengan suara yang lemah dan bergetar menggigil kedinginan, sang gadis kecil berkata kepada ibunya :
“Mama … aku takut tempat duduk mama basah kena hujan. Aku tidur di atasnya supaya mama pulang tidak kebasahan.”
Ucapan
lugu sang gadis kecilnya seperti petir menyambar dirinya. Sikap kasar
dan tidak punya belas kasih selama ini seakan runtuh seketika. Air
matanya pun berderai, lalu mendekap erat gadis kecilnya. Dalam hati ia
berkata, “Walau aku membenci bahkan menghardik anak ini, ternyata tidak
tersimpan dendam dalam hatinya.” Sang ibu pun menyesali perbuatannya
selama ini. Sejak saat itu ia memberikan kasih sayang kepada gadis
kecilnya seperti layaknya perhatian seorang ibu kepada anaknya. ***
Kebencian
selama satu setengah tahun terhadap anak kecilnya sendiri, bukan hal
yang sederhana. Namun justru keluguan sang anak, sikap tanpa pamrih sang
anak yang mengantarkan sang ibu menuju titik balik pada kasih sayang
yang semestinya. Karena memang sang anak tidak layak menanggung alamat
kebencian ibunya.
Maka
berbahagialah siapapun kita, anak-anak yang merelakan hati untuk
memahami sikap orang tua. Kadang kala kita menganggap orang tua egois
hanya karena keinginan mereka tidak sejalan dengan alam pikiran kita.
Padahal bisa jadi kitalah anak yang egois karena tidak berusaha memahami
keinginan orang tua. Namun sikap terbaik untuk menunjukkan kasih sayang
tanpa pamrih apapun, terbukti telah mengubah segalanya menjadi ni’mat.
Apapun yang dilakukan orang tua pasti untuk kebahagiaan anak, tapi belum
tentu yang dilakukan anak untuk kebahagiaan orang tua.
Semoga kita bisa memetik hikmah dari kisah tersebut. Amiin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar