Laman

Kamis, 20 Desember 2012

RENUNGAN DI TITIK NOL KOMA NOL


Satu pertanyaan, apa yang harus kumaknai dari perubahan ini? Setiap detik berganti, membawa episode baru dalam ruas perjalanan hidup. Semua berlalu memasuki ruang sejarah. Yang tertinggal hanyalah kenangan, yang walaupun itu nikmat, tetaplah masa lalu. Seindah apapun pesonanya, ia hanyalah sejarah yang pernah ada. Yang tak’kan pernah terulang sampai kapanpun.
Sementara aku harus siap melihat dan menghadapi esok pagi. Yaitu hari dimana semua harapan ditumpahkan. Hari dimana semua tenaga dikerahkan, segala perasaan diluapkan, segenap do’a dipanjatkan. Hanya untuk satu tujuan, memaknai setiap detik dengan segenap prestasi untuk menyempurnakan pengabdianku kepada-Mu, yaa Robb.
Malam ini harus istimewa buatku. Saat terbaik untuk merenungkan kembali rangkaian hikmah yang pernah ada. Sebagai rujukan terbaik untuk menyegarkan kembali impian besarku, gambaran cita-cita yang telah kupegang, segenap harapan besar orang tua, serta kasih sayang mereka yang menyambutku dengan senyum bahagia ketika aku lahir.
Jadi apa aku sekarang? Prestasi terbaik apa yang telah kucapai?
Apa yang telah aku persembahkan, untuk melihat senyum terindah dari wajah ayah bunda, yang bangga memiliki anak seperti aku? Sudahkah aku melihat indahnya tetesan air mata keharuan dan hangatnya pelukan ayah bunda sebagai ekspresi kebanggaan terhadap diriku? Sudahkah aku merasakan pesona nikmat Allah yang setiap detik dianugerahkan kepadaku. Sudahkah aku merasakan indahnya persahabatan dan ekspresi kebanggan sahabat terhadap diriku? Berapa banyak orang yang tersenyum kembali karena kehadiran dan bantuan dariku? Peran apa saja yang telah kuberikan kepada orang lain sehingga diriku begitu penting di mata mereka?

Jika semuanya belum aku wujudkan, belum aku rasakan, lantas apa yang kulakukan selama ini?
Belum cukupkah waktu main-main seperti saat aku masih anak-anak? Apakah masih kurang kesulitan yang kuterima akibat kelalaianku mengabaikan waktu berharga? Belum cukupkah rasa bersalah karena mengabaikan hikmah di setiap masalah yang kuhadapi?
Apakah belum cukup kesedihan ayah bunda yang setiap saat melihatku bersikap semakin jauh dari harapan mereka. Berapa sahabat lagi yang harus pergi karena keegoisanku, tidak siap memelihara kesetiaan. Entah guru mana lagi yang mampu mengajariku tentang kebaikan, karena selama ini aku yang selalu mengabaikan.

Ya, semuanya harus menjadi masa lalu
Detik ini adalah saat dimana aku harus mengubah cara hidupku. Walaupun aku tak’kan tahu, sampai kapan Allah memberi kesempatan hidup kepadaku. Tapi detik ini aku harus sadar, bahwa apapun yang terbaik kulakukan sekarang bukan untuk menebus kesalahan di masa lalu. Biarlah ia menjadi romantika yang pernah ada dalam catatan perjalananku. Yang memberikan tanda petunjuk jalan untuk tidak aku lalui kesekian kalinya.
Detik ini dan ke depan, aku hanya ingin melihat yang terbaik untuk semuanya. Aku lukis buku impian yang baru. Buku yang memuat daftar catatan yang harus aku wujudkan, yang mengukuhkan jati diriku sebagai pemenang. Bukan untuk membanggakan diri di hadapan orang lain, tapi untuk menyempurnakan keberadaanku sebagai manusia yang dibekali nilai terbaik dari Allah.

Buku impianku, yang di dalamnya ada gambar senyuman wajah ayah bunda yang dipotret sekian waktu silam. Saat dimana ayah bunda sangat bahagia, melihat ekspresi lucu putera-puterinya. Sekarang, saat kuhadirkan wajah itu dalam pikiranku, kulihat wajah yang tidak secerah dulu lagi. Wajah yang penuh harapan namun termakan usia, sisa-sisa pengorbanan yang bergitu besar, untuk mendapatkan satu senyuman dari anaknya. Yang sedemikian tulus, kadang pula harus menangis karena kekecewaan terhadap anaknya. Ayah bunda terlalu terampil menyembunyikan perasaan gelisah, sedih, marah, kecewa. Semuanya dibungkus dengan senyum hangat dan kelembutan, walaupun terasa getir. Mereka sangat berwibawa yang tak mungkin dapat kulukiskan. Mereka tidak meminta sesuatu kepadaku, karena terlalu sayang dan khawatir permintaannya membuatku terluka bila tidak kupenuhi.

Tapi aku tahu, ayah bunda juga manusia biasa, yang pantas berharap besar agar anaknya menjadi pelita kecemerlangan di keluarga, menjadi kebanggaan di masyarakat, menjadi penyejuk di kala gundah, menjadi pencerah di kala senja, menjadi perisai di akhirat kelak. Tidak pernah terucapkan, tapi kuyakini itu ada….

Tak ada lagi waktu yang lebih tepat berjuang untuk mereka, kecuali detik ini. Aku akan membayar dengan apa saja untuk menebus pesona senyum ayah bunda. Aku sangat takut, pada detik berikutnya—segala yang aku capai bukan lagi milik mereka...
Buku impianku, di dalamnya ada gambar senyum bocah-bocah mungil. Tapi senyum itu kini sirna, digantikan tangisan yang mengiris qalbu. Nan jauh di sana, mereka terluka, mereka sakit. Mereka adalah korban berbagai keadaan yang tak kuasa mereka hindari. Bahkan mereka tidak tahu, begitu kejam situasi yang merampas keceriaan mereka. Aku tidak mungkin menutup mata, dengan alasan tidak mampu membantu mereka. Aku harus mampu… HARUS. Di balik keceriaanku, ada duka yang dirasakan orang lain, yang juga harus menjadi dukaku. Karena betapa rendahnya diriku bila memelihara rasa egois. Aku harus berharga dan menjadi solusi untuk orang lain.

Yaa Allah, teguhkan keyakinanku agar mampu berikhtiar sebesar-besarnya, melakukan apapun yang haq di sisi-Mu, sebagai wujud yang menyempurnakan pengabdianku kepada-Mu.

Aku harus bangkit…
Aku tulis PRASASTI AFIRMASI agar senantiasa mengingatkanku dikala lalai, 
membangkitkanku di kala aku jatuh, mendorongku di kala aku lambat…
Aku HIDUP untuk IMPIANKU, aku BELAJAR untuk IMPIANKU, aku BERJUANG untuk IMPIANKU
Aku MENGETAHUI bahwa dalam perjuanganku pasti ada HAMBATAN dan MASALAH. 
Tapi aku juga MENGETAHUI, bahwa tanpa bertindak pun pasti kutemukan MASALAH. Dan aku MEMILIH BERJUANG, APAPUN MASALAHNYA.

Aku jadikan HAMBATAN dan MASALAH sebagai TANTANGAN Yang HARUS AKU LEWATI. 
Aku TIDAK TAKUT menghadapi KEGAGALAN. 
Aku yakin, KEGAGALAN adalah satu TANGGA TERBAIK untuk MENCAPAI SUKSES.
Aku tidak mau MENDENGAR APAPUN KATA ORANG, 
Kecuali dukungan untuk MENCAPAI IMPIANKU. 
 Yang aku tau, bahwa akulah yang paling bertanggung-jawab terhadap apapun yang terjadi pada diriku, bukan orang lain.

SETIAP DETIK WAKTU yang kulalui adalah PROSES MENUJU IMPIANKU. 
Aku sambut CAHAYA PAGI menjadi PENYEGAR JIWAKU. 
Aku hadapi SIANG menjadi PEMBAKAR SEMANGATKU. 
Aku nikmati MALAM menjadi PENEGUH KEYAKINANKU.

Yaa ALLAH, Engkau yang MENGENGGAM segala KEMAMPUANKU. 
Akan kubayar IMPIANKU dengan SEGENAP WUJUD PERJUANGANKU. 
Aku ingin SEJARAH MENCATATKU DENGAN TINTA EMAS. 
Aku persembahkan YANG TERBAIK SEMUA.

Lebih baik hidup 1 hari sebagai singa yang garang, daripada 1 abad diinjak seperti cacing.
Lebih baik hidup 1 hari sebagai PEMENANG, daripada 1 abad sebagai pecundang.

Kututup catatanku detik ini…

Tidak ada komentar:

Posting Komentar